Si segilima yang beberapa tahun terakhir ini menemaniku. Dan entah sampai kapan akan menemaniku. Rencanaku sih 1,5 tahun lagi aku sudah terbebas dari Si segilima ini.
Maafkan aku Si segilima, kesetiaanmu menemaniku selama ini tak mampu ku membalasnya. Aku sebenarnya tak betah tinggal bersamamu. Ditambah lagi akhir-akhir ini semakin banyak saja masalah datang padaku. Dari mulai adanya pembangunan tehadap teman-teman di sekitarmu, sesungguhnya aku lelah melewatinya. Setiap pagi bangun, bersiap dengan rok panjang, jaket, lengkap dengan jilbabnya, dan harus berhati-hati membuka pintu kamar mandi, takut2 mereka tak menguncinya dari dalam. Lagi, aku harus menahan haus saat botol minumku tertinggal di kulkas, menahan lapar atau menahan pipis karna aku males pabila bertemu mereka.
Semenjak aku datang kemari, beberapa tahun lalu, pembangunan segera berlangsung. Until now, pembangunan tak kunjung usai. Kudengar, Si segilima, teman2 sekitarmu ini akan terus dibangun hingga 2013. Oh, my God… aku enggan membayangkannya. Sekarang, belum banyak perubahan atas pembangunan yang aku lihat, entah benar atau tidak berita itu, aku sesungguhnya tak mengharapkannya. Aku harap mereka segera pergi. Aaamiin.
Aku juga semakin tidak suka tinggal bersamamu, Si segilima. Setelah 2x aku harus kehilangan my roommate disini. Entah apapun katamu, apapun alasanmu, aku membenci ini.
Baiklah, Si segilima, akhirnya perlahan aku bisa memahami dan menerima kesendirianku. Namun apalah dayaku, Si segilima. Kau bukan punyaku yang bisa kuperlakukan semauku sepenuhnya. Saat aku tengah menikmati kesendirianku, benar2 menikmatinya, melakukan apapun bersamamu saja, Sisegilima, mengapa tiba2 aku harus berbagi kau dengan seseorang?! Seseorang yang bukan typeku! Seseorang yang entahlah apa dia akan mengerti permintaanku. Apakah dia tidak akan menyakitiku? Aku takut dia menyakitiku disini, dan sebaliknya aku pun sangat takut menyakitinya. Dan Si segilima hanya diam, tak mampu membelaku. Meskipun kau menyaksikannya jelas.
Kau juga menjadi saksi bisu tangisku 1 tahun lalu yang kemudian terulang beberapa bulan lalu, Si segilima. Entah aku yang salah atau apa, tapi kau tak pandai menghibur. Meski aku tahu kau sangat setia terus memberiku tempat, selalu menerimaku. Tapi kau benar2 tak pandai menghibur, Si segilima. Dan hanya membuatku semakin muak, sedih, ingin segera meninggalkanmu.
Si segilima, mengapa disini, bersamamu, aku tidak betah. Aku selalu sedih…? Apa gerangan salahku? Mengapa aku tak mampu mengatasinya? Mengapa terlalu banyak ketakutan2 yang membebaniku. Dan kau hanya diam, Si segilima. Aku tahu, kau hanya bisa diam. seolah meremehkan masalahku, mengacuhkan rengekan manjaku yang sama sekali tak penting, tak bermanfaat bagimu, Si segilima. Aku tahu itu…
Si Segilima, terima kasih atas kesetiaanmu menerimaku, menampungku, dan setiakawanmu yang menjaga baik rahasiaku. Maafkan keegoisanku melukai badan2mu, kecerobohanku mematahkan bagian2mu, maafkan mencoretimu, memaku badanmu, mendandanimu dengan berbagai tempelan doa, curahan hati, jadwal, perutangan, dll.
Aku sadari segala keterbatasanmu. Dan semoga kita tetap setia bersama sampai tiba waktunya, aku dijemput, aku harus benar2 berpamitan denganmu, meninggalkanmu. Kuharap saat itu tidak lama lagi. Aaamiin. Dan kuharap saat itu kamu tidak sedang sendirian, Si segilima.
Semoga hari2ku bisa kunikmati bersamamu. Semoga malam2ku nyenyak.
Kelak, aku akan tertawa mengingat saat aku tak sekasur lagi dengan pity, menambah jumlah kardus, memiliki kipas ngin dan magic com sendiri, bercerita dengan meirin, meletakkan mukenah dan tas di atas kursi, memasukkan baju ke lemari, menata bros2ku, nyolokin obat nyamuk sebelum menemui eMaz, meninggalkanmu di malam hari karna harus keluar dengan eMaz, menguncimu saat aku mandy atau berangkat ke kampus, memberi aroma masakan pelangi dan bekal dari rumah, matiin lampu sebelum aku tidur, dan menangis di pangkuanmu untuk semua hal. Untuk kepergian teman2ku, untuk eMaz, untuk kehadiran tukang2 tak diharapkan di belakang sana, untuk salah paham dengan ‘mereka’, dan semua.
Dan tetaplah kuat, tetaplah kokoh, sampai tiba waktunya aku benar2 harus pergi meninggalkanmu, tetaplah kokoh. Karna ‘kan kubawa kenangan indah, manis, pahit, saat aku tinggal di Si segilima ini.